Blawi-Mengutip dari Laman id.wikipedia.org pengertian Megengan adalah tradisi masyarakat Jawa yang pada umumnya terdapat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur dalam menyambut bulan Puasa.
Megengan diambil dari bahasa Jawa yang artinya menahan/ngempet. Megengan merupakan suatu peringatan bahwa dalam waktu dekat akan memasuki bulan Puasa (Ramadhan), bulan di mana umat Islam diwajibkan berpuasa, yaitu menahan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menggugurkan ibadah puasa tersebut.
Tidak hanya sebagai peringatan, makna lain di balik acara ‘Megengan’ adalah permohonan maaf bagi sesama. Permohonan maaf disimbolkan dengan kue Apem, sebuah kudapan khas Jawa yang biasa disajikan pada acara-acara adat. Apem dalam acara ‘Megengan’ ternyata memiliki makna tersendiri. Istilah apem diambil dari kata “ngafwan” atau ‘ngafwun’ yang berarti permohonan maaf.
Pelaksanaan kegiatan Megengang di Desa Blawi Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan sendiri dilaksanakan secara massal, dimana masyarakat membawa ambengnya masing-masing ke langgar/Musholla atau masjid, dan mereka akan melakukan doa bersama yang dipimpin oleh seorang sesepuh/Ustad/Kyai.
Selanjutnya, acara Megengan yang umum dilakukan oleh masyarakat Desa Blawi Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan juga merupakan sebuah wujud rasa syukur karena masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan. Rasa syukur tersebut disimbolkan dengan nasi berkat atau makanan yang dibuat oleh warga masyarakat, kemudian dibagikan kepada orang-orang yang tinggal disekelilingnya. Berbagi kepada sesama merupakan sebuah bentuk rasa syukur terhadap rejeki yang diberikan oleh Tuhan.
Sebelum megengan dilangsungkan, biasanya masyarakat Desa Blawi akan terlebih dahulu mendatangi kubur. Mereka akan berdoa dan menaburkan bunga atau yang umum diketahui dengan istilah “nyekar”. Dalam hal ini, “nyekar” tidak hanya merupakan praktik realitas dari sebuah kepercayaan atau keagamaan saja. Istilah ‘Nyekar’ memiliki makna yang lebih dari itu.
"Tradisi ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa pada Umumnya dan Khususnya Masyarakat Desa Blawi selama bertahun-tahun dan tetap menjadi bagian penting dalam budaya hingga saat ini. Saya berharap, untuk terus melestarikan dan mempromosikan tradisi ini agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya". Ungkap Drs. H. Choirul Huda Kepala Desa Blawi pada saat melakukan nyekar di makam Islam Desa Blawi. (mju/blawi)